Kehidupanmu, kamu sendiri yang merasakan. So, tentukan sendiri jalan hidupmu.
***
Namanya Aprilia Valentina Setiawan, atau lebih sering di panggil
April. April adalah anak dari seorang pemilik rumah makan ternama di
Bandung. Hidupnya serba kecukupan. Apa yang dia minta selalu terpenuhi.
Tetapi, tetap saja dia merasa ada yang kurang.
April memiliki seorang kakak laki-laki bernama Rafael. Terkadang
April sedikit manja kepada Rafael. Baginya dekat dengan Rafael itu
sangat nyaman. Bahkan tak jarang dia juga mencurahkan hatinya kepada
Rafael. Umur mereka terpaut 2 tahun. April masih duduk dikelas XII,
sedangkan Rafael bersekolah di salah satu Universitas yang ada
diBandung.
Orang tua April terkadang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Entah
itu di restaurant utama, atau dicabang-cabangnya yang bertebaran di
Indonesia. Tidak heran jika terkadang April merindukan masa-masa
kecilnya.
April ini juga anak yang aktif. Jika dia merasa senang dengan
sesuatu, dia akan melakukannya. Hobby terbesarnya adalah BGirl atau
penulis ternama. Namun sayang, kedua hobby-nya ini sama sekali tidak
memperoleh dukungan dari Om Setiawan, ayahnya. Om Setiawan justru
menginginkan April untuk meneruskan pekerjaannya kelak.
***
Siang yang begitu terik membuat April malas untuk belajar. Walaupun
itu jam terakhir dikelasnya. Suasana mengantuk sudah menyebar
dikelasnya. Tak sedikit siswa/i yang tertidur. Tetapi tidak untuk April.
Suasana yang panas lebih mengalahkan suasana ngantuk yang
menyelimutinya. Jari-jarinya bergerak kesana-kemari mengisi lembar
bukunya. Sesekali tangannya mengambil buku lain untuk memberi udara
segar ditubuhnya. April tidak sedang mencatat, padahal sekertaris
kelasnya sedang mencatat materi pelajaran yang baru saja disampaikan
gurunya. Dia malah menulis sebuah cerita. Entah mengapa dia lebih
tertarik mengotori bukunya dengan tulisan fiktifnya daripada materi
pelajarannya. Padahal materi yang dipelajari dikelas XII itu sangat
penting untuk ujiannya nanti.
Waktu terus berputar, tak terasa bel tanda pulang sudah berbunyi.
Langsung saja April merapikan bukunya. Tidak hanya April, tetapi juga
semua teman-temannya. Tangannya bersedekap diatas meja untuk menunggu
sang ketua kelas memimpin berdoa untuk pulang.
"Akhirnya selesai juga. Hari ini kita mau kemana, Pril?" tanya teman
sebangku April yang juga menjadi sahabat April setelah doa selesai.
"Kemana ya? Loe ada ide nggak? Gue pengen main kemana gitu, tapi
nggak tau kemana. Mumpung papa gue lagi keluar kota, jadi gue bebas
pulang sampai sore" jawab April
"Gimana kalau loe gue ajak ketempat anak-anak streetdance? Gue juga baru tau dari sepupu gue sih."
Keduanya lalu berjalan mengeluari kelas mereka.
"Boleh juga sih. Tapi sayang, nanti pasti nggak bisa ikutan battle."
keluh April sambil memasang muka sedihnya. Feila tertawa kecil
melihatnya. Kini mereka telah sampai ditempat parkir. Langsung saja
mereka menaiki mobil milik April.
"Kenapa?" tanya Feila sambil memasang seatbelt.
April memutar kendali mobilnya. Matanya tak pernah lepas dari spion, agar dia tidak menabrak apapun saat memundurkan mobilnya.
"Ya kan gue pake rok. Gimana sih loe?" protes April lalu menjalankan mobilnya menuju tempat yang dimaksud Feila.
Feila menepuk jidatnya, "Oh iya, gue lupa. Hehe.."
Suasana menjadi hening. Tak ada percakapan diantara mereka. Yang ada
hanyalah suara bising kendaraan. April memutar kemudinya saat Feila
menyuruhnya. April memberhentikan mobilnya saat melihat sekumpulan anak
sedang beraksi. Senyum manis terlukis dibibir mungilnya. April dan Feila
langsung turun dan berjalan menghampiri mereka.
April langsung memasuki koreografi yang sedang mereka lakukan untuk
battle. April yang memang ahli dalam aksi battle mulai menunjukkan
kebolehannya. Tetapi tidak untuk Headspin or Handspin yang memerlukan
aksi yang wow.
Standing applause terdengar riuh setelah April selesai beraksi
ditengah area battle. April tersenyum kemudian berjalan ke luar area.
Disana ada seorang pemuda menghampirinya.
"Keren! Loe anak mana?" tanya pemuda itu sambil memberikan tepuk tangan untuk April.
April mencoba mengatur nafasnya yang memburu cepat. "Gue anak Bandung. Kenapa?"
"Kenapa gue baru liat loe? Disini kan tempat kumpulnya BBoys dan BGirls Bandung."
"Ohya? Kok gue baru tau ya? Gue aja tau dari Feila. Tuh anaknya lagi
battle. Kalau misal gue tau dari dulu, pasti gue sering kesini."
"Loe kenal sama Feila?" pemuda itu menoleh ke arah April. April mengangguk pasti.
"Dia itu sahabat gue sejak dulu. Kesamaan hobby kita yang buat kita sahabatan lama banget. Loe sendiri kenal Feila?"
"Feilania Intan Narendra, dia itu anak dari adik papa gue. Otomatis
kita itu sepupuan. Kenalin, Bisma Karisma?" pemuda itu memperkenalkan
dirinya sambil mengulurkan telapak tangannya.
April sempat kaget, bahkan sampai tidak percaya. "Loe Bisma Karisma,
BBoys terhebat diBandung? Gue April, Aprilia Valentina Setiawan." jawab
April sambil menjabat uluran tangan Bisma.
"Haha.. Nggak juga. Nama belakang loe kayaknya nggak asing deh, ohh..
Gue inget! Loe anak pemilik restaurant ternama diBandung kan?"
"Ya. Ehh.. Tapi gue sering liat aksi loe kalau ikut kompetisi ditelevisi loh. Dan loe tau, loe itu bikin gue iri tau nggak?"
"Iri kenapa?"
"Gue itu pengen banget bisa kayak loe. Udah hebat, bisa ikut kompetisi dari yang kecil sampai besar. Terus menang lagi."
"Hah? Loe mau kayak gitu juga? Bisa kok. Asal loe giat berlatih.
Biasanya sebulan sekali ada kompetisi antar kota, awal buat maju
kedepan."
Belum sempat April menjawab, Bisma kembali melayangkan pertanyaan
untuk April. "Tapi kompetisinya hanya untuk breakdance. Kalau dance lain
gue nggak tau. Loe bisa nggak?"
"Bisa dong. Jangan panggil April kalau nggak bisa."
"Coba buktiin!"
April menatap tajam Bisma. Bisma yang tidak tau hanya bingung,
kenapa April melihatnya seperti itu. "Loe gak tau atau gimana sih? Gue
kan pake rok."
Bisma melirik tubuh April kebawah. "Hehe.. Sorry! Gue nggak tau.
Beneran gue nggak tau. Yaudah kalau gitu loe mau tunjukin kapan? Gue
disininya cuma sore sampai malam. Tapi karna hari ini kampus libur, jadi
gue datang dari siang."
"Huh.. Kenapa nggak dari siang aja? Gue usahain bisa deh. Tapi gue nggak janji kalau besok bisa kesini."
"Why?"
"Ya~ nggak tau aja. Pokoknya sewaktu-waktu gue bisa. Pasti gue datang kok. Gue boleh minta nomer handphone loe nggak?"
Bisma meminta handphone April. Kemudian dia menulis nomernya lalu
menyimpannya. Disaat Bisma mengembalikan handphone April, Feila datang
menghampiri mereka dengan keringat yang mengalir dipelipisnya.
"Loe habis battle atau lari maraton, Fei?" ledek Bisma.
Feila yang tadinya membungkukkan badannya sambil memegang kedua
lututnya, kini menjadi berdiri tegak. "Mereka mainnya curang. Mereka
bertiga, masak gue sendiri. So, kayak gini jadinya." adu Feila. Bisma
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Fei, pulang yuk! Udah mau jam 5 sore." ajak April setelah melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya.
"Katanya papa loe ke luar kota? Ngapain buru-buru?"
"Gue lupa kalau hari ini gue ada janji sama cocoh."
"Yaudah ayo!" ucap Feila kemudian membalikkan badannya untuk menuju mobil April.
"Dasar sepupu durhaka, mau pulang nggak pamit dulu." dumel Bisma.
"Haha.. Ada gitu sepupu durhaka? Gue balik dulu ya, Bis. See you
next time.." sahut April yang tadinya mendengar dumelan Bisma. Bisma
mengangguk menanggapi April. Kemudian April menyusul Feila yang sudah
standbye di mobilnya.
***
April memasuki rumahnya dengan mengendap-endap. Memastikan ke kanan
dan kiri agar aman. Tadi April tidak sengaja melihat mobil ayahnya
melewati tempat streetdance. Untung saja Om Setiawan tidak melihat April
disitu. Jika iya, mungkin beliau akan langsung menyeret April untuk
segera pulang.
Langkah demi langkah April lalui. Akhirnya dia sampai dibalik pintu
kamarnya. April mengelus pelan dadanya sambil menghela nafas. Dia
langsung melompat ke atas tempat tidur yang bermotif marsupilami
kesukaannya.
Ceklekk.. Pintu kamar April terbuka. Hampir saja jantung April
hendak maraton. Tetapi tidak jadi setelah melihat yang masuk adalah
kakaknya, Rafael.
"Cocoh ngagetin aja!" ucap April sambil menatap Rafael yang berjalan
mendekatinya. Saat Rafael duduk di pinggir kasur April, pintu kamar
April kembali terbuka. Spontan, April langsung memasukkan kakinya
kedalam selimut lalu memasang muka bantalnya.
"Loh, April sudah pulang?" tanya Om Setiawan sambil memegang handle
pintu kamar April. April pura-pura menguap kemudian menoleh ke arah
Rafael agar sang kakak mau membantunya untuk berbohong.
"April sebenarnya udah pulang daritadi, Pa. Cuman dari pulang
sekolah langsung tidur. Ini baru Rafael bangunin, Pa. Kan nggak baik
anak cewek tidur sampai sore"
"Oh.. Yasudah April habis ini langsung mandi terus makan. Kata kakak
kamu dari pulang sekolah langsung tidur, pasti belum makan siang."
"Oke, Pa."
Om Setiawan kembali menutup pintu kamar April. Tentu saja hal itu
membuat April tersenyum lebar. "Aaa.. Cocoh! Makasih udah bantuin adikmu
yang kece ini." ucap April sambil memeluk Rafael.
Rafael membalas pelukan adiknya sebentar kemudian melepaskannya. "Iya. Tadi habis darimana?"
"Ceritanya panjang, Coh. Nanti malam aja ya ceritanya? Pasti April cerita semua kok. Kan April nggak pernah bohong sama Cocoh."
Rafael tersenyum sambil mengelus rambut April. Dia tau betul kalau
April memang lebih terbuka kepadanya daripada kedua orang tua mereka.
"Yaudah sana mandi! Habis itu makan, biar papa nggak curiga. Cocoh keluar dulu!"
"Siap komandan. Haha"
bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar