Sabtu, 03 Agustus 2013

Don't Judge Me!! | Cerpen

"Yeeey!!..." gemuruh kebahagiaan masih terdengar disekolah ini. Baru saja tim basket mereka memenangkan pertandingan internasional. Bahkan sang kapten tim, Bisma Karisma, telah banyak memiliki fans sekarang.

"Kak Bisma, selamat ya! Udah ganteng, pinter, jago main basket, juara umum pula" kata salah seorang adik kelas Bisma

"haha.. Biasa aja kok. Makasih"

Dikejauhan, Desti sama sekali tidak tertarik dengan itu. Ia hanya memandangi Bisma yang sedang dikerumuni banyak wanita. Bahkan ia sampai menggeleng melihat ada yang sebegitu histerisnya.

Jangan terlalu memuja kelebihan seseorang. Karna bagaimanapun dia, pasti punya kekurangan. - My History Teacher

***
"Assalamua'laikum.." teriak Bisma saat sampai dirumahnya. Bukan jawaban yang ia dapatkan, melainkan sebuah pertengkaran. Ya! Akhir-akhir ini kedua orang tua Bisma sering bertengkar hanya karna masalah sepele.

"Mama sama papa kenapa sih, selalu aja bertengkar, bertengkar, dan bertengkar? Emangnya gak capek apa?" emosi Bisma di hadapan orang tuanya

"Kalau kamu tidak tau, mending masuk kamar. Gak usah ikut campur urusan orang tua." Balas Papa Bisma

"Aku emang gak tau, Pa! Tapi itu karna emang papa sama mama gak pernah kasih tau. Aku yang liat aja capek, Pa. Mana mama sama papa Bisma yang dulu" Bisma, lalu Bisma menaiki tangga menuju kamarnya.

BRAKKK...

"Itu kelakuan anak kamu."Papa Bisma

"Anak aku, anak kamu juga. Makanya kalau gak mau anak kamu kayak gitu, ubah sikap kamu"

***
"Argghh... Kenapa kayak gini sih hidup gue? Tiap hari selalu ada keributan. Padahal gue udah bela-belain pulang lebih awal untuk nunjukkin medali ini. Gue udah menang. Tapi apa ini hadiahnya?" kesal Bisma sambil memegang medalinya.

Drrt.. Drrt.. Drrt...
`Besok latihan ditempat biasa. Minggu depan kita di tantang sekolah sebelah` -Dicky-

"Semoga besok mama sama papa udah gak berantem lagi"

Bisma mulai memejamkan matanya. Berharap hari esok lebih indah daripada sekarang.

***
Hari demi hari telah berlalu. Sudah seminggu ini Bisma latihan basket, walaupun sebenarnya ia sudah hebat. Namun, itu tidak searah dengan kedua orang tuanya.

Setiap hari, bahkan waktu, Bisma harus mendengarkan perdebatan yang menurutnya cuma itu itu saja. Berulang kali ia mencoba mencurahkan isi hatinya kepada orang tuanya, dengan maksud supaya orang tuanya berhenti bertengkar. Tapi hasilnya? Nol~ Bisma justru mendapat semburan dari papa nya.

"Mau kemana kamu?" tanya Papa Bisma saat melihat Bisma hendak pergi.

"Hari ini Bisma ada pertandingan basket, Pa. Papa mau kemana? Kok bawa koper segala.."

"Papa sama mama udah mutusin untuk pisah sementara waktu. Jadi, kamu mau ikut papa atau mamamu?"

"Gak bisa gitu dong, Pa! Bisma sayang sama kalian berdua. Bisma gak bisa pilih. Bisma maunya tinggal sama papa dan mama. Bukan papa atau mama"

"Tapi keputusan kita udah bulat Bisma. Kamu harus pilih." kata Mama Bisma yang baru saja datang

"Bisma gak bisa, Ma" Bisma, sambil menggeleng pelan.

"Papa gak mau tau. Nanti setelah kamu pulang, kamu harus sudah nentuin mau ikut papa atau mama. Harus!"

***
Pritttt~
Pertandingan babak pertama sudah selesai. Tapi? Entah mengapa Bisma dan teman-temannya justru tertinggal jauh. What happen?

"Bis, loe kenapa? Gak biasanya loe main kayak gitu" tegur Dicky

"Gue gpp. Sorry, gue lagi ada fikiran"

"Gaya loe kayak Bos-bos perusahaan coy! Gue gak mau ya kita kalah, masak cuman ngadepin lawan kayak gini kita kalah. Mau di taruh mana muka kita?"

"Berdoa aja"

"Yaelah. Gue ngomong panjang, dijawab seupil. Yaudah gue ke toilet sebentar"

Bisma kemudian duduk dikursi yang telah disediakan sambil meneguk sebotol air mineral yang ia bawa. Ucapan orang tuanya tadi pagi masih terngiang dipikirannya. Keputusan itu sangat berat. Bahkan mengganggu Bisma saat bermain. Banyak kesalahan yang Bisma lakukan yang mengakibatkan banyak poin terbuang hanya karena memikirkan perkataan orang tuanya sebelum ia berangkat.

"Sehebat-hebatnya orang, pasti dia punya sisi lemah. Dia kenapa ya?" batin Desti yang melihat dari bangku penonton

Okey. Pertandingan kembali berlanjut. Poin demi poin terlewati. Tak ada perubahan dibabak kedua ini. Bahkan Bisma lebih sering melakukan kesalahan daripada babak sebelumnya.

"ayo bismaaa. Semangat.."

"aduh. Gue kenapa ya?" batin Bisma di sela-sela mendribell bolanya

"Shoot Bisma. Shoot! Come On! Woy!" teriak Dicky, namun Bisma tidak bergeming. "Bismaaaa.. Come on!" (lagi) tak ada jawaban dari Bisma. Hingga bola di pegang Bisma berhasil direbut oleh lawan.

"Heh! Loe kenapa sih? Bolanya direbut kan. Arrgghhh" kesal Dicky sambil menepuk bahu Bisma, lalu kembali mengejar bola tadi.

Shuuttt.. BRAMM...
Bola itu kembali masuk diring tim Bisma. Langsung saja Bisma tersadar dan mengambil bolanya. Kedudukan memang sekarang tidak terlalu jauh. Dengan kecepatannya, Bisma berlari, dan....

Prittt... Prittt... Peluit tanda selesai telah berbunyi saat Bisma akan memasukkan bolanya.
"Arrgghh... Kenapa gue jadi kayak gini sih. Brakkk" Bisma membanting bola yang ia pegang

Semua penonton sudah membubarkan diri, bahkan teman tim Bisma juga meninggalkan ia sendirian disana. Mungkin, agak kecewa dengan cara main Bisma.

"Main kayak gitu aja gak bisa. Kapten apaan loe?" ucap teman Bisma, Rangga.

"Mana kapten yang dulu dibanggain?? Ngelawan anak luar aja jago, tapi ditantang sekolah lain malah kayak gini." Keyla, teman sekelas Bisma yang lain. Bisma hanya bisa menundukkan wajahnya. Perasaan malu, kacau, kecewa, semua menghampirinya.

"Hey! Kalian jangan asal ngejudge gitu dong" bela Desti yang baru datang

"Kita gak ngejudge kok. Ini fakta. Kapten apaan kayak gitu? Kalau udah bosen jadi kapten, bilang dong. Bikin malu nama sekolahan aja" cibir Rena. Jadi yang menghampiri Bisma itu ada empat orang, Keyla, Rena, Rangga dan Rafaell.

"Tau tuh. Kalau udah bosen, jangan kayak gini dong cara loe" tambah Rafael

"Stopp!! Don't Judge Me.. Kalian gak tau masalah gue" kata Bisma

"Kita emang gak tau. Tapi nyadar dong, loe itu kapten. Ada masalah pribadi gak usah dibawa-bawa" balas Rena

"Udah. Kalian ini kenapa sih? Dulu aja kalian puji Bisma. Tapi kenapa baru kalah sekali ini aja kalian pojokin dia?" ucap Desti

"Kalian jangan cuma mandang sekarang aja. Semua orang itu punya titik lemah. Mungkin aja sekarang Bisma lagi kayak gitu." lanjutnya

"Loe gak usah ngebela dia. Kapten bikin malu kayak gini aja dibela." Keyla

"Mungkin sekarang iya. Tapi jangan hanya liat dia yang sekarang. Sebelum-sebelumnya, dia gak kayak gini kan. Bahkan dia juga ngangkat nama sekolah kita ke dunia internasional."

"udah ceramahnya? Basi tau gak. Mending kita cabut aja yuk!!" Rena

"Makasih ya" ucap Bisma ketika diruangan itu hanya tinggal mereka berdua

"untuk?"

"Ya karna loe udah belain gue.. Gue juga gak tau kenapa gue bisa kayak tadi"

"Loe lagi ada masalah ya?"

"Kok tau?"

"Yaiyalah, kan tadi loe udah bilang. Gimana sih?"

"Oh iya ya, hehe. Temenin gue mau gak? Gue Bisma" sambil mengulurkan tangannya

"Desti. Gue tau kok, loe itu Bisma. Yaudah ayo! Mumpung gue juga gak ada kegiatan"

***
Setelah setengah hari berkeliling dengan Desti, Bisma memutuskan untuk pulang. Ia sudah siap dengan jawabannya. Namun, Bisma tidak datang sendiri. Ia mengajak Desti, why?

"Semangat.." support Desti

Baru saja Bisma membuka pintu rumah, tiba-tiba kedua orang tuanya langsung memeluk Bisma. Beribu pertanyaan menghampiri Bisma.

"Maafin papa sama mama, Bis." kata Papa Bisma

"i..ni serius kan? Bisma gak lagi mimpi kan?"

"Nggak Bisma. Mama sama papa udah memutuskan untuk berdamai" kini Mama Bisma yang berkata

"tapi ada angin apa? Ma..maksudnya tadi kan kalian berantem, kok tiba-tiba damai?"

"jadi kamu maunya mama sama papa berantem, gitu?"

"Bukan gitu. Bisma seneng dengernya :') "

"Ohya, cie.. Anak papa, kemarin baru dapat medali ya? Kok gak bilang sama papa?"

"Gimana mau bilang, orang mama sama papa berantem terus"

"uu.. Kacian anak mama. Haha. Sini peluk"

"Mama apaan deh! Kayak anak kecil aja. Malu tau" kata Bisma sambil menyatukan giginya, sehingga suara yang ditimbulkan tidak begitu keras.

"haha.. Gpp dong" lalu Mama Bisma kembali memeluk Bisma. Seolah ingin membuktikan kalau ini bukan mimpi, Bisma mempererat pelukannya.

Senyum mengembang di bibir Mama Bisma, lalu beliau mengacungkan jempol kepada Desti yang berada dibelakang Bisma.

Begitu juga dengan Desti, ia membalas acungan jempol juga sambil tersenyum dan memperlihatkan giginya.

'Jangan menjudge orang karena kesalahannya yang sekarang. Coba liat sebelumnya, apakah ia juga begitu atau justru sebaliknya'

-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar